Total Tayangan Halaman

Kamis, 03 November 2011

Puasa Arafah di hari sabtu


"Janganlah kalian berpuasa pada hari Sabtu, kecuali yang difardhukan oleh Allah SWT atas kalian. Jika salah seorang dari kalian tidak mendapati sesuatu pun (untuk dimakan pada hari Sabtu) kecuali kulit pohon anggur atau batang kayu pohon, hendaklah ia mengunyahnya!" (HR Ahmad dan para pemilik kitab al-Sunan, kecuali al-Nasa'i).

Hadis ini menjadi objek perbedaan pendapat ahli hadis. Di antara mereka ada yang menganggapnya dhaif atau lemah. Ada pula yang menilai mansukh (dihapuskan), serta ada yang menganggapnya kebohongan atas nama Rasulullah. Di sisi lain, ada yang mengatakannya hasan atau sahih dan ada yang menakwilkan dan menggabungkannya dengan hadis lain yang membolehkan puasa sunah pada Sabtu.

Setelah menyebutkan hadis di atas, Ibnu al-Qayyim menjelaskan bahwa Imam Malik menyebut hadis itu sebagai suatu kebohongan. Tirmizi berkata, ini adalah hadis hasan. Abu Daud mengungkapkan, hadis ini mansukh dan al-Nasa'i menjelaskan bahwa hadis tersebut mudhtharib. Sebagian ulama berpendapat, tidak ada pertentangan antara hadis ini dan hadis Ummu Salamah.

Hadis tersebut menerangkan, Nabi Muhammad sering puasa pada hari Sabtu dan Ahad karena larangan puasa pada hari Sabtu kalau dia mengkhususkan puasa pada hari itu saja. Sama dengan larangan mengkhususkan puasa pada hari Jumat saja tanpa puasa sebelum atau sesudahnya. Sebagian ulama mengatakan, meski sanad hadis ini perawinya dipercaya dan terkenal, tidak dapat jadi hujjah.

Alasannya, hadis ini mudhtharib dan matannya menyalahi hadis-hadis sahih yang menunjukkan boleh puasa hari Jumat dan hari setelahnya seperti hadis Juwairiyyah binti al-Harits. Rasul memasuki rumah Juwairiyyah pada hari Jumat dalam keadaan Juwairiyyah sedang berpuasa.

Rasulullah bertanya, "Apakah kamu berpuasa kemarin?" Ia jawab, "Tidak." Beliau juga bertanya, "Apakah kamu juga akan berpuasa besok?" Ia menjawab, "Tidak." Maka beliau bersabda, "Kalau begitu berbukalah (batalkan puasamu)!" (HR Bukhari). Juga puasa tiga hari di pertengahan bulan, puasa Daud, puasa Arafah, dan puasa enam hari bulan Syawal.

Dan, ada juga ulama yang membolehkan untuk mengkhususkan puasa pada hari Sabtu, yaitu pendapat al-Zuhri, al-Auza'i, Ibnu Taimiyyah, Ibnu al-Qayyim, dan salah satu riwayat dari Imam Ahmad. Hal itu berdasarkan hadis dari Ummu Salamah, "Bahwa kebanyakan hari Rasulullah berpuasa di dalamnya adalah Sabtu dan hari Ahad. Beliau berkata, "Keduanya merupakan dua hari raya kaum musyrikin. Aku ingin menyelisihi mereka (dengan berpuasa)." (HR Ahmad, Ibnu Khuzaimah, dan Ibnu Hibban).

Jumhur ulama berpendapat makruh hukumnya mengkhususkan hari Sabtu dengan puasa, tapi jika berpuasa sehari sebelumnya atau sesudahnya, menjadi tidak makruh. Ini adalah pendapat Mazhab Hanafi, Maliki, Syafi'I, dan salah satu riwayat dari Imam Ahmad. Imam Tirmizi menjelaskan, makna makruh di sini adalah jika seseorang mengkhususkan hari Sabtu itu untuk berpuasa.

Karena orang Yahudi mengagungkan hari Sabtu. Kesimpulannya, boleh mengkhususkan puasa pada hari Sabtu jika ada sebab syar'inya, seperti hari Arafah, Asyura, puasa ayyamul bidh (tiga hari pertengahan bulan), tidak makruh hukumnya berpuasa pada hari Sabtu jika berpuasa sehari sebelumnya atau sesudahnya, dan makruh hukumnya jika ingin mengagungkan hari Sabtu.

Namun, alangkah baiknya jika kita juga berpuasa pada hari-hari sebelum Arafah dalam rangka keluar dari perbedaan tersebut dan juga untuk mengisi 10 hari pertama bulan Dzulhijjah dengan berpuasa. Wallahu a'lam bish shawab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar